Kamis, 03 Juni 2010

jual beli

PEMBAHASAN

A. Pengertian jual beli

Secara etimologis jual beli berarti pertukaran mutlaq, jual beli berasal dari bahasa arab al-ba’i “jual”dan As-Syira’ “beli” penggunaanya disamakan antara keduanya. Dua kata tersebut memiliki pengertian lafadz yang sama dan pengertian yang berbeda. Menurut Sayid Sabiq “jual beli” adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya [1].Dalam bukunya Al-Jaziri dikatakan bahwa menjual berate mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu. Menukarkan barang dengan barang menurut bahasa disebut menjual, sebagaimana dengan uang.

Dalam bukunya Hendi Suhendi istilah jual beli sama dengan perdagangan yang berarti al-bai at-tijarah, dan al Mubadalah , sebagaimana firman Allah surat Al-Fatir : 29

Artinya: “ mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi “.

Dalam buku Sulaiman Rasyid jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad) , sebagaimana dalam firman Allah

Al- Baqarah : 275

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beiu dan mengharamkan riba”.

Jual beli menurut ulama’ Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat yaitu, bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika, tidak merupakan utang baik barang itu berada dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu seperti salam.[2]

B. Rukun dan syarat jual beli

1. Rukun jual beli

Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan objek akad. Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan, sebab ijab kabul menunjukkan kerelaan (keridhoan).[3]

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat antara ulama’ hanafiyah dan jumhur ulama’. Menurut ulama’ hanafiyah rukun jual beli ada satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qobul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun jual beli adalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.

Akan tetapi, jumhur ulama’ menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat[4] yaitu:

  1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
  2. 000Ada shigot (lafal ilab dan qobul)
  3. Ada barang yang dibeli
  4. Ada nilai tukar pembeli barang.

2. Syarat barang yang diperjualbelikan

Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan adalah:

  1. Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya di sebuah toko, karena tidak mungkin toko itu memajang barang dagang semuanya, maka sebagaian diletakkan di gudang atau masih di pabrik, tetapi secara meyakinkan barang itu boleh dihadirkan sesuai dengan persetujuan pembeli dan penjual.
  2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
  3. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki oleh seseorang tidak boleh dijualbelikan, seperti ikan di laut, emas dalam tanah.
  4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

C. Macam-macam jual beli yang terlarang

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnnya, jual beli ada dua macam: jual beli yang dilarang oleh agama dan batal hukumnya, dan jual beli yang dilarang oleh agama, tapi sah hukumnya (orang yang melakukannya mendapat dosa).

1. Jual beli yang dilarang oleh agama dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamer, Rasulullah Saw. Bersabda: “Dari Jahir r.a Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala”(Riwayat Bukhori dan Muslim).

b. Jual beli madhamin ialah menjual sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seeker domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah Saw. bersabda: “Dari Ibnu Umar r.a berkata; Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhori).

c. Jual beli malaqih, ialah menjual janin binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga Rasulullah Saw. bersabda: “Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih dalam kandungan induknya” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

d. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya.

e. Jual beli dengan muhaqallah, maksud muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih diladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena ada persangkaan riba di dalamnya.

f. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalnya seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

g. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar, seperti seseoarang berkata, “lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan kabul

h. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh rosulullah saw .dengan sabdanya: “Dari Anas r.a, ia berkata; Rasulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabazah dan muzabanah” (Riwayat Bukhori).

i. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjual belikan. Menurut Syafi’i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang pertama seperti seseorang berkata “kujual buku ini seharga $10 dengan tunai atau $15 dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti seseorang berkata “Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu harus menjual tasmu kepadaku”. Rasulullah Saw bersabda: “Dari Abi Hurairah, ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa yang menjual dengan dua harga dalam satu penjualan barang, maka baginya ada kerugian atau riba” (Riwayat Bukhori).

j. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), yaitu jual beli dimana barang akan dijual apabila ada hal lain sebagai syarat, seperti “Saya jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu kepadaku”.

k. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan. Seperti penjual ikan yang masih didalam kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tapi dibawahnya jelek. Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti itu termasuk gharar, alias nipu” (Riwayat Ahmad).

l. Jual beli dengan mengecualikan sebagian harta yang di jual. Rasulullah Saw. bersabda: “Rasulullah melarang jual beli dengan muhaqallah, mudzabanah, dan yang dikecualikan, kecuali bila ditentukan” (Riwayat Nasai).

m. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menentukan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli. Rasulullah Saw. melarang jual beli makanan yang dua kali ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni).

2. Jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya (orang yang melakukan nya mendapat dosa). Jual beli tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya , sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi- tingginya. Perbuatan ini sering terjadi pasar-pasar yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Tapi bila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual beli sepertiini tidak apa-apa. Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak boleh menjualkan orang hadir (orang di kota ) barang orang dusun (baru datang )” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

b. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain, seperti seseorang berkata, “Tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal.”. hal ini dilarang karena akan menyakitkan orang lain .rasulullah Saw.bersabda:

Tidak boleh seseorang menawar diatas tawaran saudaranya”(Riwayat Bukhori dan Muslim).

c. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya. Rasulullah Saw bersabda: “Rasulullah Saw. telah melarang jual beli dengan najasyi” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

d. Menjual diatas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata: “Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja yang kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu”. Rasulullah bersabda: “Rasulullah Saw. bersabda; seseorang tidak boleh menjual atas penjualan orang lain” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

e. Membeli barang dengan yang jauh lebih mahal dari harga pasar, dengan tujuan agar orang lain tidak dapat membeli barang tersebut. (keterangan fiqh islam Mustafa Kama dan fiqh islam Sulaiman Rasyid).

f. Membeli barang yang ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal. Sedangkan masyarakat umum berhajat atau menginginkan barang tersebut. Sebab dilarang karena merusak ketentraman umum. Sabda Rasulullah Saw: “Tidak ada orang yang menahan barang kecuali orang-orang yang durhaka (salah)”.

g. Menjual suatu barang yang berguna untuk menjadi alat maksiat bagi yang membelinya. Firman Allah SAW (Al-Maidah:2).

h. Jual beli mengecoh, berarti bahwa dalam urusan jual beli itu ada kecohan, baik dari pihak pembeli maupun dari penjual, dalam barang atau ukurannya. Dalam hadits Rasulullah dijelaskan: Dari Abu Hurairah; Bahwasannya Rasulullah Saw, pernah melalui onggokan makanan yang bakal di jual, lantas beliau memasukkan tangan beliau ke dalam onggokan itu tiba-tiba jari beliau di dalamnya merabah yang basah. Beliau keluarkan jari beliau yang basah itu seraya berkata: Mengapakah ini? Jawab yang punya makanan: Basah karena hujan ya Rasulallah. Beliau bersabda: Mengapa tidak engkau taruh disebelah atas supaya dapat dilihat orang? Barang siapa yang mengecoh, maka ia bukan umatku. (Ruwayat Muslim).

Jual beli yang batal

Jual beli yang dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli yang pada dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan, seperti jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang gila, atau barang yang dijual itu barang yang diharamkan syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan khamr.

Jenis-jenis jual beli yang batil adalah:

  1. Jual beli sesuatu yang tidak ada. Misalnya, memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang masih di perut ibunya.
  2. Menjual barang yang yang tidak boleh diserahkan kepada pada pembeli, seperti barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan terbang di udara. Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama’ fiqih dan termasuk dalam kategori bai’ al-garar (jual beli tipuan). Alasannya adalah hadist yang diriwayatkan Ahmad Ibnu Hanbal, Muslim, Abu Daud dan At-tirmiziyaitu: jangan kamu memebeli ikan di dalam air karena jual beli seperti ini adalah jual beli tipuan.
  3. Jual beli yang mengandug unsur penipuan, yang pada lahirnya baik tetapi ternyata di balik itu terdapat unsur-unsur penipuan. Misalnya memperjualbelikan kurma yang ditumpuk di atasnya bagus-bagus dan manis, tetapi ternyata di dalam tumpukan itu banyak terdapat yang busuk.
  4. Jual beli benda-benda yang najis. Seperti babi, khamr, bangkai, dan darah, karena semua itu dalam pandangan islam adalah najis dan tidak mengandung makna harta.

Menurut jumhur ulama’, termasuk dalam jual beli najis ini adalah mememperjualbelikan anjing, baik anjing yang dipersiapkan untuk menjaga rumah maupun untuk berburu. Karena Rosulullah bersabda:

Akan tetapi, ulama’ malikiyah memebolehkan memperjualbelikan anjing untuk menjaga rumah dan berburu, karena menurut mereka anjing menjaga rumah dan berburu bukanlah najis. Dengan alasan sabda Rosulullah yang menyatakan:

  1. Jual beli Al-‘arbun (jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli barang dan uangnya seharga barang barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah tetapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan pada penjual, menjadi hibah bagi penjual). Alasannya Rasulullah Saw bersabda:

  1. Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang. Karena air yang tidak dimiliki seseorang merupakan hak bersama ummat manusia, dan tidak boleh diperjualbelikan. Hukum ini disepakati oleh jumhur ulama’ dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Haabilah, dengan alasan hadis Rasulullah Saw. Yang menyatakan:

Manusia itu berserikat dengan tiga hal, yaitu: air, api, dan rumput. (HR Abu Daud dan Ahmad ibn Hanbal)

Adapun sabda Rasulullah yang lain, yaitu:

Rasulullah SAW melarang memperjualbelikan kelebihan air. (HR Abu Daud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibn Majah).

Akan tetapi , air sumur pribadi, menurut jumhur ulama’ boleh diperjualbelikan karena itu merupakan yang dimiliki pribadi berdasarkan usahanya sendiri.

Jual Beli Yang Fasid

Ulama’ hanafiyah memembedakan jual beli fasid dengan jual beli batal. Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait dengan barang yang dijualbelikan, maka hukumnya batal, seperti memperjualbelikan benda-benda haram (khamar, babi, dan darah). Sedangkan apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual beli itu dinamakan fasid. Akan tetapi, jumhur ulama’, tidak membedakan jual beli yang fasid dengan jual beli yang batal. Menurut mereka jual beli itu terbagi dua, yaitu jual beli yang sahih dan jual beli yang batal. Yang apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah. Sebaliknya, apabila salah satu rukun atau syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.

Diantara jual beli yang fasid, menurut ulama’ Hanafiyah adalah:

a. Jual beli al-majhu l (benda atau barang yang secara global tidak diketahui), dengan syarat kemajhulannya itu bersifat menyeluruh. Akan tetapi, apabila ke-majhu’l-annya (ketidakjelasannya) itu sedikit, jual belinya sah, karena hal itu tidak membawa pada perselisihan. Misalnya seseorang membeli sebuah jam tangan merek Mido. Konsumen ini hanya mengetahui bahwa arloji itu asli pada bentuk dan mereknya. Akan tetapi mesin di dalam tidak ia ketahui. Apabila ternyata kemudian bentuk dan mereknya berbeda dengan mesin (bukan mesin aslinya), maka jual beli itu dinamakan fasid. Oleh sebab itu, Muhammad Abu Zahrah, pakar fiqih dari mesir, mengatakan bahwa untuk barang-barang elektronik dizaman sekarang, boleh termasuk jual beli fasi, apabila terdapat ke-majhu’l-annya yang sama sekalitidak diketahui oleh konsumen. Contoh jual beli yang mengandung unsur ke-majhu’lan adalah apabila seseorang ingin membeli sehelai baju dan konsumen ini meminta kepada penjual diambilkan tiga helai, dengan syarat mana yang disukai itu yang dibelinya. Dalam kasus ini sejak semula barang barang yang dipilih untuk dibeli belum jelas, karena yang dibeli hanya sehelai baju dari tiga contohyang diminta. Akan tetapi, para ulama’ fiqih membolehkan jual beli seperti itu, karena jual beli itu biasanya tidak membawa pertengkaran. Oleh sebab itu, ulama’ Hanafiyah mengatakan sebagai tolok ukur untuk unsur majhul itu diserahkan sepenuhnya kepada ‘urf (kebiasaan yang berlaku bagi pedagang dan komoditi itu).

Ke-majhulan itu disamping berkaitan dengan barang yang dibeli, boleh juga berkaitan dengan harga atau nilai tukar. Misalnya, nilai tukar itu palsu dan penjual tidak mengetahui unsur-unsur palsu dalam nilai tukar itu

b. Jual beli yang dikaitkan dengan syarat, seperti ucapan penjual kepada pembeli, “saya jual kereta saya ini pada engkau bulan depan setelah gajian”. Jual beli seperti ini batil menurut jumhur, dan fasid menurut ulama’ Hanafiyah. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan dalam akad jatuh tmpo. Artinya jual beli ini baru sah apabila masa yang ditentukan “bulan depan” itu telah jatuh tempo.

c. Menjual barang yang ghoib yang tidak dapat dihadirkan pada saat jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli. Ulama Malikiyah membolehkannya, apabila sifat-sifatnya disebutkan, dengan syarat sifat-sifat itu tidak dirubah sampai barang itu diserahkan. Sedangkan ulama Hanabila mengatakan bahwa jual beli seperti ini sah apabila pihak pembeli mempunyai hak khiyar (memilih), yaitu khiyar ru’yah. Ulama Syafi’iyah menyatakan jual beli ini batal secara mutlak.

d. Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jumhur ulama menyatakan bahwa bahwa jual beli orang buta adalah sah apabila orang buta itu memiliki khiyar. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak membolehkan jual beli ini kecuali jika barang itu telah ia lihat sebelum ia buta.

e. Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya menjadikan barang-barang yang yang diharamkan sebagai harga, seperti babi, khamar, darah dan bangkai.

f. Jual beli ajal, misalnya seseorang menjual barangnya dengan harga Rp.100.000,- yang pembayarannya ditunda selama satu bulan, kemudian setelah penyerahan barang kepada pembeli, pemilik barang pertama membeli kembali barang itu dengan harga yang lebih rendah, seperti Rp.75.000,-, sehingga pembeli pertama tetap beruntung sebanyak Rp.25.000. jual beli seperti ini dikatakan fasid karena jual beli ini mennyerupai dengan riba. Akan tetapi, ulama Hanafiyah mengatakan apabila unsur yang membuat jual beli ini menjadi rusak dihilangkan, maka hukumnya sah.

g. Jual beli anggur dan buah-buahan lain yang tujuanya untuk membuat khamar, apabila penjual itu mengetahui bahwa pembeli itu adalah produsen khamar. Imam asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah menganggap jual beli n sah, tetapi hukumnya makruh, sama halnya dengan orang islam menjual senjata kepada musuh islam. Akan tetapi, ulama Malikiyah dan Hanabilah menganggap jual beli ini batal sama sekali.

h. Jual beli yang bergantung pada syarat, seperti ungkapan pedagang “jika tunai harganya Rp.10.000,dan jika beruntung harganya Rp.15.000.” jual beli ini dikatakan fasid didasarkan sabda Rasulullsh Saw yaitu:

Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu akad, dan dua syarat dalam satu bentuk jual beli.(HR. Abu Hurairah dan Amr ibn Syu’aib).

Contoh lainnya adalah seorang menjual sebuah barang pada pembeli dengan syarat tidak boleh menjualnya kepada orang tertentu, atau pembeli tidak boleh mewaqofkan atau menghibahkannya. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan jual beli bersyarat itu batal. Sedagkan Imam maliki menyatakan jual beli bersyarat itu sah apabila pembeli diberi hak khiyar.

i. Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari satuannya. Seperti tanduk kerbau dari kerbau yang masih hidup, dan sebelah sepatu. Jual bei sepeti ini menurut jumhur ulama tidak sah, dan menurut ulama Hanafiyah hukumnya fasid.

j. Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya. Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa jual beli itu tidak sah. Menurut ulama Hanafiyah apabila buah-buahan itu telah ada di pohonnya tetapi belum layak panen, maka apabila disyaratkan untuk memanen buah-buahan itu bagi pembeli, maka jual beli itu sah. Apabila disyaratkan bahwa buah-buahan itu dibiarkan sampai matang dan layak panen maka jual belinya fasid menurut ulama Hanafiyah., karena sesuai tuntutan akad benda yang dibeli harus berpindah tangan kepada pembeli begitu akad disetujui. Jumhur ulama menyatakan bahwa jual beli buah-buahan yang belum layak panen hukumnya batal, akan tetapi apabila buah-buahab itu telah matang tapi belum layak panen maka jual belinya sah. Sekalipun menunggu sampai benar-benar layak panen atau disyaratkan harus dipanen ketika itu juga. Alasan mereka adalah berdasarkan hadits Rasulullsh Saw yang berbunyi:

BAB III

KESIMPULAN

Dapat di simpulkan jual beli terlarang adalah jual beli yang tidak menetapi salah satu syarat dan rukun jual beli. Jual beli terlarang membagi dua bagian dalam syariat islam:

1. Jual beli terlarang tapi sah, yaituy sebagai berikut :

a. Membeli barang untuk di timbun.

b. Membeli barang yang sedang di tawar orang lain.

c. Membeli barang yang jauh di bawah harga pasaran

d. Membeli barang yang jauh di atas harga pasaran.

e. Jual beli barang dengan jalan menipu.

f. Jual beli barang untuk perbuatan maksiat.

g. Jual beli barang pada waktu shalat jum’at.

2. Juali beli terlarang dan tidak sah, yaiu sebagai berikut :

a. Barang yang belum nyata hasilnya.

b. Barang hasil curian.

c. Barang yang dihramkan oleh Allah.

d. Barang yang tidak jelas kadarnya.

e. barang yang bukan miliknya.

f. barang yang najis sifatnya.

Di samping syariat Islam, Negara juga mengatur tata cara jual beli, Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sangat memperhatikan tata cara jual beli supaya warga Negara merasa aman, tenteram, dan sejahtera [5]



[1] Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, cet IV, hal 120

[2] Hendi Suhendi. Opcit. hal 69-70. lihat juga Abdurrahman al-Jaziri. Fiqh empat madzhab jus 6 ter. hal 7-9

[3] Dr. H. Hendi Suhendi, M. Si. Fiqh Muamalah, hal.70

[4]

[5] Drs. Suyanto .dkk. Pendidikan Agama Islam kls 6. Yudhistira , Semarang : 1997. hal 40

1 komentar:

  1. Stainless Steel Tits and pans - Tits and pans - Tits and pans - Tits and pans - Tits and pans
    Stainless Steel Tits titanium machining and camillus titanium pans · Tits and pans · titanium wallet Tits and pans · Tits and pans · Tits and pans · Tits and pans · Tits and pans · Tits and pans · Tits nipple piercing jewelry titanium and pans · Tits and pans · Tits and titanium nipple rings pans

    BalasHapus